Mendahulukan Mahar

Posted by : Unknown

Tanggal : 0 komentar


Mahar atau maskawin bagi sepasang pengantin adalah sesuatu yang berharga. Bahkan dalam masyarakat tertentu, maskawin menandakan tingkat ekonomi dan strata social pengantin lelaki. Makin besar jumlah maskawin yang diberikan seorang lelaki, membuktikan makin tinggi drajat social lelaki tersebut. disamping itu, maskwain juga menyimbolkan keberhargaan seorang perempuan. Semakin tinggi maskawin yang disyaratkan seorang perempuan menunjukkan kwalitas perempuan tersebut.Bagi sebagian masyarakat maskawin lebih bermakna dari sekedar hitung-hitungan ekonomis. Seringkali maskwain menjadi lambang bagi kehidupan baru yang hendak ditempuh oleh sepasang pengantin. Misalnya maskawin berupa seperangkat alat shalat yang dapat dimaknai sebagai pengharapan untuk kehidupan mendatang yang lebih agamis.
Malahan sebagian pengantin yang kreatif, menjadikan maskawin sebagai monumen pengikat sejarah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan sesuatu yang nilainya menunjukkan pada tanggal bulan dan tahun pernikahan. Misalnya memberi maskawin sejumlah Rp. 3.042.012,- guna mengabadikan tanggal 30 april tahun 2012.
Pada dasarnya Islam sendiri tidak pernah menentukan bentuk dan besaran maskawin. Karena Islam memandang maskawin sebagai sebuah representasi penghargaan terhadap kemuliaan seorang perempuan. Begitu tingginya posisi seorang perempuan hingga Islam mewajibkan maskawin bagi lelaki yang hendak menikahianya. Sebagaimana tersebut dalam surat an-Nisa’ ayat 44

وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (Qs. An-Nisa’ : 4).
Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw pernah menasehati seorang sahabat untuk memberikan maskawin walau sepotong cincin yang terbuat dari besi التمس ولو خاتما من حديد “Carilah olehmu (mahar) meskipun hanya sebuah cincin dari besi”. (HR. Bukhari).
Akan tetapi kenyataan sekarang sungguh berbeda. Longgarnya batas komunikasi menjadikan sepasang calon pengantin dapat berjumpa dan bersosialisasi sesering mungkin. Hingga tak jarang seorang laki-laki yang kedudukannya masih sebatas ‘pacar’ telah memberikan kepada pasangannya beberapa barang mewah. Tidak hanya sekedar baju dan tas, tetapi juga HP dan motor misalnya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, jika hubungan mereka berdua berlanjut hingga pernikahan, Dapatkah barang-barang pemberian lelaki itu dikatagorikan sebagai maskawin atau mahar? Dan bagaimana hukum nikah dengan maskawin yang telah diberikan terlebih dahulu?
Abdurrahman Ba’alawi dalam Bughyatul Mustarsyidin menerangkan bahwa hal tersebut dapat dibenarkan. Baik akad nikah maupun maharnya dianggap sah seperti yang ditulisnya;
(مَسْأَلَةُ ش) دَفَعَ لِمَخْطُوْبَتِهِ مَالاً ثُمَّ ادَّعَى أَنَّهُ بِقَصْدِ الْمَهْرِ وَأَنْكَرَتْ صُدِّقَتْ هِيَ, إِنْ كَانَ الدَّفْعُ قَبْلَ الْعَقْدِ وَإِلاَّ صُدِّقَ هُوَ. قُلْتُ وَافَقَهُ فِى التُّحْفَةِ وَقَالَ فِى الْفَتَاوَى وَأَبُوْ مَحْرَمَةَ يُصَدَّقُ الزَّوْجُ مُطْلَقًا وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِمْ صُدِّقَتْ أَنَّهُ لَوْ أَقَامَ الزَّوْجُ بَيِّنَةً بِقَصْدِهِ الْمَذْكُوْرِ قُبِلَتْ.
“Jika seorang laki-laki memberikan sejumlah uang kepada tunangannya, kemudian ia mengaku bahwa pemberian tersebut dimaksudkan sebagai maskawin, sedangkan perempuan tersebut mengingkarinya, maka pengakuan perempuan tersebut yang diterima bila pemberian itu diserahkan sebelum akad nikah, dan jika diserahkan sesudahnya maka yang diterima adalah pengakuan laki-laki. Menurut saya, pendapat ini sama dengan pendapat (Ibnu Hajar) dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj. Sedangkan menurut pendapatnya dalam kitab al-Fatawa dan pendapat Abu Mahramah, yang dibenarkan adalah pihak laki-laki secara mutlak. Dari pendapat mereka dapat difahami, bahwa pengakuan perempuan dapat dibenarkan, dalam arti walaupun laki-laki mengajukan bukti atas pengakuannya, pengakuan perempuan tetap dapat diterima.”
Begitu pula pendapat Zainudin al-Malaibari  dalam Fathul Mu’in:
لَوْ خَطَبَ امْرَأَةً ثُمَّ أَرْسَلَ أَوْ دَفَعَ بِلاَ لَفْظٍ إِلَيْهَا مَالاً قَبْلَ الْعَقْدِ أَي وَلَمْ يَقْصُدْ التَّبَرُّعَ ثُمَّ وَقَعَ اْلإِعْرَاضُ مِنْهَا أَوْ مِنْهُ رُجِعَ بِمَا وَصَلَهَا مِنْهُ كَمَا صَرَّحَ بِهِ جَمْعٌ مُحَقِّقُوْنَ وَلَوْ أَعْطَاهَا مَالاً فَقَالَتْ هَدِيَّةً وَقَالَ صَدَاقًا صُدِّقَ بِيَمِيْنِهِ.
“Seandainya seseorang melamar perempuan, kemudian ia memberikan sejumlah harta benda  kepadanya sebelum akad nikah tanpa disertai suatu pernyataan apa pun, dan ia tidak bermaksud sebagai pemberian (tabarru’), kemudian terjadi pengingkaran dari pihak perempuan atau laki-laki yang melamarnya, maka laki-laki itulah yang dimenangkan. Pendapat ini sesuai dengan yang dianut oleh sebagian besar ulama ahli tahqiq. Seandainya seorang laki-laki memberikan suatu harta benda, kemudian perempuan menyatakan sebagai hadiah, sedangkan laki-laki menyatakannya sebagai maskawin, maka pengakuan pihak laki-laki yang diterima dengan disertai sumpah.”
Tentang hal ini lebih jelas lagi apa yang dikatakan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fatawal Kubra,sebagai jawaban dari sebuah pertanyaan serupa:
(وَسُئِلَ) عَمَّنْ خَطَبَ امْرَأَةً فَأَجَابُوْاهُ فَأَعْطَاهُمْ شَيْئًا مِنَ الْمَالِ يُسَمَّى الْجِهَازَ هَلْ تَمْلِكُهُ الْمَخْطُوْبَةُ أَوْ لاَ, بَيِّنُوْا لَنَا ذَلِكَ (فَأَجَابَ) بِأَنَّ الْعِبْرَةَ نِيَّةُ الْخَاطِبِ الدَّافِعِ فَإِنْ دَفَعَ بِنِيَّةِ الْهَدِيَّةِ مَلَكَتْهُ الْمَخْطُوْبَةُ أَوْ بِنِيَّةِ اِحْسَانِهِ مِنَ الْمَهْرِ حُسِبَ مِنْهُ. وَإِنْ كَانَ مِنْ غَيْرِ جِنْسِهِ أَوْ بِنِيَّةِ الرُّجُوْعِ بِهِ عَلَيْهَا إِذَا لَمْ يَحْصُلْ زِوَاجٌ أَوْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نِيَّةٌ لَمْ تَمْلِكْهُ وَ يَرْجِعُ بِهِ عَلَيْهَا.

Pertanyaan, ada seorang laki-laki melamar seorang perelamarannya, lalu laki-laki tersebut memberikan sejumlah harta benda kepada mereka yang disebutkan sebagai persiapan (jihaz) nikah, apakah perempuan yang dilamar itu berhak memilikinya? Mohon dijelaskan!
Jawaban, sesungguhnya yang diterima adalah niat pelamar yang memberinya. Jika ia memberinya dengan niat sebagai hadiah, maka perempuan yang dilamar berhak memilikinya, atau jika laki-laki itu beniat sebagai maskawin, maka dianggap sebagai maskawin. Jika laki-laki itu berniat bukan sebagai maskawin atau ia berniat untuk menarik kembali jika perkawinan gagal atau ia tidak berniat apapun, maka perempuan itu tidak berhak memilikinya dan pemberian itu kembali kepada pihak laki-laki tersebut.”

Readmore...

Nikah Sirri, Pezaliman terhadap Pernikahan dan Perempuan

Posted by : Unknown

Tanggal : 0 komentar

“Salah satu bentuk pelecehan terhadap perempuan yang dapat menghilangkan hak-haknya adalah nikah sirri, yakni melaksanakan pernikahan rahasia …”(Prof. Dr. M. Quraish Shihab).

Pertama-tama, pernikahan (atau perkawinan) mesti difahami sebagai ikhtiar manusia dalam mengahalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan berbasiskan prinsip ikhlas dan terbuka. Atau bahkan lebih dari itu, bahwa pernikahan itu semata-mata wujud tabarru’, yang berorientasi eskatologis-mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan begitu pernikahan hendaknya tidak dipahami secara parsial laiknya akad jual beli barang dagangan atau untuk pemenuhan hasrat seksual belaka. 

Sejalan dengan itu, mengutip konsepsi Cak Nur—sapaan akrab alm. Nurcholish Madjid—bahwa perkawinan (pernikahan) yang baik adalah sebuah ikatan seumur hidup, yang disahkan oleh Tuhan. Perkawinan memerlukan sesuatu lebih banyak daripada sekedar “peduli”, “pemenuhan diri”, dan “komitmen”. Perkawinan memerlukan adanya kesadaran tentang kehadiran Tuhan dalam hidup manusia, kehadiran Sang Mahapencipta yang akan membimbing kita ke jalan yang lurus, jalan kebahagiaan sejati dan abadi. Perkawinan menuntut agar masing-masing kita jujur kepada diri sendiri, kepada jodoh kita masing-masing, dan kepada Tuhan. 

Maka patut kiranya jika kita merenungkan bahwa pernikahan itu merupakan sebuah perjanjian yang berat karena banyak mengandung konsekuensi-konsekuensi yang berat pula, “Bagaimana kamu (laki-laki) akan mengambilnya (mahar) padahal kamu sekalian (suami-istri) telah saling bersandar, dan mereka (perempuan) itu telah mendapatkan dari kamu (laki-laki) perjanjian yang berat”. (QS. an-Nisa’ [4]: 21). 

Ajaran mulia Islam soal pernikahan inilah yang akan saya hadapkan dengan persoalan yang dalam kurun waktu sepekan ke belakang, dimana publik sedang diramaikan dengan pemberitaan yang mengabarkan kontroversi nikah kilat (nikah sirri) yang menjerat Bupati Garut, Aceng HM Fikri. Meskipun nyatanya, kontroversi ini banyak pihak yang menganggapnya sebagai pengalihan isu, perdagangan perempuan, nikah kontrak, dan lain-lain. Dan saya sendiri ingin mengupas persoalan ini terbatas dalam sudut pandang dan konteks nikah sirri. 

Penzaliman terhadap pernikahan

Ya, saya menganggap bahwa nikah sirri itu salah satu bentuk penzaliman terhadap hakikat mulia pernikahan itu sendiri. Sebab pernikahan itu kebahagiaan, bukan keburukan apalagi aib, sehingga itu dilarang untuk ditutup-tutupi atau dirahasiakan.

Karena di saat yang sama, Islam justru amat menganjurkan bahwa pernikahan itu mesti diumumkan. Maksudnya adalah bahwa pernikahan itu semata-mata timbul karena adanya sikap saling ikhlas dan terbuka. Pentingnya mengumumkan atau mengabarkan pernikahan ini kepada masyarakat sekurangnya paling tidak agar kemudian tidak timbul prasangka buruk (su’udhan) dan fitnah dari masyarakat. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Umumkan pernikahan dan jadikanlah akad nikah di masjid, serta pukullah rebana”. (HR. Tirmidzi melalui Aisyah ra). Razin bahkan menegaskan adanya riwayat tambahan atas sabda ini, “Karena pemisah antara yang halal dan haram adalah pengumuman”. 

Juga selain itu, pernikahan yang dilangsungkan secara terbuka merupakan wujud rasa syukur atas anugerah Allah Swt kepada mempelai. Karena bertemu dengan jodoh atau pasangan adalah anugerah, karena itu patut disyukuri, agar kelak rumah tangganya berkah dan kelak ketika memiliki anak, lahir dengan selamat dan shalih-shalihah. 

Nabi Muhammad Saw, dalam kesempatan lain juga pernah menyuruh sahabatnya, Abdurrahman bin Auf, ketika dia baru berakad nikah, “Semoga Allah memberkatimu! Berpestalah walau dengan menyembelih seekor kambing!”. (HR. Bukhari-Muslim). Demikian do’a dan anjuran Nabi tentang kesunahan merayakan pesta pernikahan (walimah al-‘ursy) kepada Abdurrahman bin Auf dan dengan demikian juga ini berlaku bagi umatnya. 

Namun di pihak lain, tidak dipungkiri jika masih ada sebagian pihak terutama para ulama yang mendikotomikan antara legalitas hukum agama (fikih) dan legalitas hukum negara (undang-undang). Pandangan ini acap mengemuka dengan dalih bahwa nikah sirri adalah sah secara agama, tanpa harus dicatat oleh negara. Meskipun memang, pandangan ini secara kasat mendapat legitimasi sekurangnya dari  Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah. Namun demikian, kita tidak boleh kehilangan daya kritis, yang bisa menjerumuskan pada taklid buta. Sebab kaidah fikih menyatakan, “La yunkaru taghayyur al-Ahkam bi taghayyur al-Azman”, (Tidak bisa diingkari bahwa hukum berubah karena perubahan zaman). 

Nah, berdasarkan kaidah fikih itu maka harus menganggap bahwa fikih adalah produk pemikiran yang relatif, yang pasti berpotensi adanya perubahan sesuai dengan konteks zaman. Dan begitu pun dengan persoalan nikah sirri, ia harus diletakkan sebagai produk pemikiran yang punya ruang dan waktu yang terbatas. Bahwa produk pemikiran (fikih) lampau itu tidak melulu relevan dengan konteks zaman yang terus berubah, termasuk dalam konteks Indonesia. Dan kalau saja kita merujuk kepada kepada Imam Malik, ia justru berpendapat bahwa nikah sirri itu dilarang.

Sementara berkaitan dengan legalitas pernikahan oleh hukum negara, yang diatur dalam UU No. 1/1974 dan UU No 7/1989, ini bisa kita analisis dengan perspektif kemaslahatan universal. Dan saya berpandangan bahwa ini bisa dijadikan penegasan sekaligus untuk meniadakan dikotomi legalitas atau dualisme hukum; agama dan negara. Bahwa dalam konteks Indonesia persepsi soal legalitas agama itu secara otomatis melebur ke dalam legalitas Negara. Kaidah hukum menyatakan bahwa “Keputusan Negara adalah mengikat dan mengakhiri kontroversi (hukm al-qadhi ilzam wa yarfa’ al-khilaf). Dr Yusuf al-Qardhawi, ahli fikih terkemuka asal Mesir mengatakan, “Keputusan pemerintah atau hakim dalam isu-isu kontroversial adalah menentukan dan rakyat wajib mengikutinya”. Dengan begitu, yang harus dijadikan tolak ukur adalah legalitas hukum negara, bukan lagi agama per agama tertentu. Maka dengan sendirinya juga, jika ada siapapun pihaknya yang tidak mengindahkan aturan perundang-undangan (pernikahan) maka harus dikenakan sanksi, sebagaimana yang telah ditentukan dan berlaku. 

Penzaliman terhadap perempuan

Konstruksi budaya kita (Indonesia) sudah sejak berabad lama, dibangun atas perspektif dan budaya patriarkhi. Konstruksi budaya yang selalu memandang dan menempatkan perempuan sebagai pihak yang rendah dan di bawah. Sehingga realitasnya, mulut-mulut perempuan dibungkam dan tidak diperkenankan bicara secara bebas. Salah satu produk budaya patriarkhi yang paling akut dalam hal nikah, bisa terlihat dari definisi nikah sendiri dari ulama arus utama, itu tidak lebih transaksi yang melegalkan pemilikan atas tubuh perempuan oleh laki-laki, dan tidak sebaliknya. Konsekuensi dari pemahaman semacam ini, maka perempuan kehilangan kedaulatannya. Sampai kabar ini mencuatpun, tidak sedikit pihak yang justru mempersalahkan perempuan (Fani Oktora), ketimbang pihak laki-laki (Aceng HM Fikri). Maka kita bisa melihatnya dengan jelas betapa sedari hal yang paling mendasar saja, pratik penzaliman ada dan nyata. 

Sebagaimana secara eksplisit saya kemukakan di atas dengan mengutip pandangan seorang ulama ahli tafsir Indonesia, Prof Dr M Quraish Shihab, bahwa salah satu bentuk pelecehan terhadap perempuan yang dapat menghilangkan hak-haknya adalah nikah sirri, yakni melaksanakan pernikahan rahasia.

Sementara lebih jauh soal nikah sirri sebagai bentuk penzaliman terhadap perempuan, kembali melanjutkan pendapatnya Quraish Shihab, bahwa nikah sirri inilah yang kemudian dapat melahirkan istilah lelaki dan perempuan piaraan. Sambil merujuk pada QS. An-Nisa’ [4]: 25, Quraish menegaskan bahwa larangan piaraan itu menyebutkan larangan berzina dan juga larangan kepada perempuan-perempuan untuk mengambil lelaki sebagai piaraannya; sedangkan, QS. al-Ma’idah [5]: 5 melarang lelaki mengambil perempuan-perempuan sebagai piaraan. Ini, lanjut Quraish, walaupun yang diambilnya itu seorang laki-laki tertentu atau perempuan tertentu karena “memelihara” seorang lelaki sebagai teman berkencan dan berzina—demikian juga sebaliknya—kendati kelihatannya serupa dengan pernikahan biasa, pada hakikatnya ia tidak sejalan dengan pernikahan yang sah, yang melarang kerahasiaan serta menuntun penyebarluasan beritanya. 

Atas dasar analisis sederhana saya di atas, maka dalam menyikapi kasus nikah sirri, saya ingin mengajukan dua rekomendasi solusi. Pertama, menghilangkan dikotomi legalitas atau dualisme hukum. Dan yang harus dijadikan pijakan adalah legitimasi negara (UU No. 1/1974 dan UU No 7/1989). Maka dengan itu, siapapun pihaknya yang melanggar, harus dikenakan sanksi. Dankedua, adalah mengintensifkan gerakan dan pemberdayaan perempuan berbasis gender. Bahwa perempuan berdaulat atas dirinya dan punya hak-hak untuk berbuat sesuai hati nurani. Demikian. Wallahu’alam bi al-Shawab. 
Readmore...

Menuju Penyatuan Kalender Hijriyah

Posted by : Unknown

Tanggal : 0 komentar

Kalender atau yang biasa disebut almanak merupakan salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat. Bisa dibayangkan betapa sulitnya kita menentukan janji pertemuan, membuat program kerja suatu organisasi bahkan aktivitas kenegaraan tanpa adanya ketentuan kalender yang baku.
Begitupun bagi umat Islam, kehadiran kalender Hijriyah begitu sangat diperlukan buntuk menentukan waktu-waktu pelaksanaan ibadah seperti puasa Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha juga ibadah Haji.

Namun realita berkata lain, hingga saat ini, negeri ini masih memiliki beragam kalender hijriyah yang berbeda, baik beda kriteria, metode penentuan tanggal hingga penetapan awal dan akhir bulan Qomariyahnya, sebut saja Almanak PBNU oleh Ormas Nahdatul Ulama, Taqwim Standar Indonesia (Kementerian Agama RI) oleh Pemerintah, Kalender Muhammadiyah oleh Ormas Muhammadiyah Almanak Menara Kudus, dan sebagainya.

Dari bedanya ragam dan bentuk kalender tersebut, masih saja ada ego dari tiap-tiap golongan maupun ormas untuk tetap berpegang teguh dengan ketetapan dan keyakinan yang mereka yakini. Sehingga, perbedaan penentuan awal Ramadan dan Syawal, Dzulhijjah masih saja terjadi. Diakui atau tidak, perbedaan tersebut juga bisa memicu konflik dan kesenjangan antar ormas dan masyarakat.

Hemat Saya, tahun ini harus menjadi babak baru penyatuan kalender Hijriyah di negeri ini, dalam artian ada beberapa bulan kedepan untuk menyiapkan konsep matang dan menyamakan persepsi hingga bergerak ke arah perubahan. Meminjam pendapat Imam Yahya, dalam tulisanya, “Unifikasi kalender hijriyah di indonesia (menggagas kalender madzhab negara” dikatakan bahwa upaya Unifikasi kalender hijriyah di negeri ini sedikitnya membutuhkan tiga syarat: pertama, ada otoritas tunggal yang menjaga sistem kalender, kedua, ada batas wilayah yang jelas, dan ketiga, ada kriteria yang disepakati.

Untuk otoritas tunggal, mestinya umat Islam sudah mensepakati Kepala Negara dalam hal ini yang berkompeten adalah Menteri Agama sebagai pemegang otoritas tunggal. Kaidah fiqh menyatakan bahwa hukmul hakim ilzamun wa yarfau khilaf, hukum penguasa bersifat tetap dan menyelesaikan berbagai sengketa. Dalam artian, apabila dalam suatu kasus penentuan hukum (penetapan kalender hijriyah) , hakim menetapkan hukum atau keputusan yang dianggap lebih baik dan maslahat , maka pihak-pihak lain tidak boleh mengingkari keputusan hakim tersebut.

Kedua adalah adanya batas wilayah yang jelas. Konsep wilayatul hukmi (menganggap NKRI sebagai satu wilayah hukum) diterima oleh semua ormas Islam pelaksana hisab rukyat di Indonesia. Dalam artian, pembatasan wilayah pemberlakuan kalender hijriyah juga semua langkah dan proses untuk menetapkan hal tersebut, baik hisab maupun ru’yah. Dan untuk Indonesia, batasan wilayah cakupan memanjang dari Sabang hingga Merauke.

Dan ketiga, kesepakatan terhadap kriteria bersama, yaitu dalam penentuan awal dan akhir bulan Qomariyah. Harus ada kesepakatan antar ormas-ormas Islam tentang kriteria “2-3-8”, yaitu ketinggian hilal (bulan baru) minimal 2 derajat dan jarak bulan-matahari minimal 3 derajat, atau umur bulan 8 jam sejak Ijtima’. (Ahmad Izzuddin : 2007).

Akhirnya, tiap ormas dan golongan hendaknya mau duduk bersama dan mendisukusikan langkah-langkah hingga hal terbaik dalam upaya penyatuan kalender hijriyah di negeri ini. Dengan kata lain, bagaimana menemukan sebuah konsep dan ketetapan baku yang bisa menjembatani seluruh kepentingan dan kebutuhan bersama, dengan tidak mengedepankan ego kelompok golongan masing masing. Semua ini tiada lain demi menghindari perpecahan antar golongan dan kemaslahatan di masyarakat. Harapanya penyatuan kalender hijriyah Indonesia bisa-bisa benar terwujudkan. Dan di tahun inilah realisasi semua harapan tersebut.


Readmore...

Nishab dan Kadar Zakat

Posted by : Unknown

Tanggal : 0 komentar


1. HARTA PETERNAKAN
a. Sapi, Kerbau dan Kuda
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb : 
 

Jumlah Ternak(ekor)Zakat
30-39
1 ekor sapi jantan/betina tabi' (a)
40-59
1 ekor sapi betina musinnah (b)
60-69
2 ekor sapi tabi'
70-79
1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi'
80-89
2 ekor sapi musinnah
Keterangan :a. Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
b. Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3


Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi'. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekormusinnah.

b. Kambing/domba
Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb :

Jumlah Ternak(ekor)Zakat
40-120
1 ekor kambing (2th) atau domba (1th)
121-200
2 ekor kambing/domba
201-300
3 ekor kambing/domba

Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.

c. Ternak Unggas (ayam,bebek,burung,dll) dan Perikanan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %

Contoh :
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb:

1.Ayam broiler 5600 ekor seharga
2.Uang Kas/Bank setelah pajak
3.Stok pakan dan obat-obatan
4. Piutang (dapat tertagih)
Rp 15.000.000
Rp 10.000.000
Rp 2.000.000
Rp 4.000.000
Jumlah
Rp 31.000.000
5. Utang yang jatuh tempo
Rp 5.000.000
Saldo
Rp26.000.000

Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000
Catatan :   Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati.
   Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00

d. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb:

Jumlah(ekor)Zakat
5-9
1 ekor kambing/domba (a)
10-14
2 ekor kambing/domba
15-19
3 ekor kambing/domba
20-24
4 ekor kambing/domba
25-35
1 ekor unta bintu Makhad (b)
36-45
1 ekor unta bintu Labun (c)
45-60
1 ekor unta Hiqah (d)
61-75
1 ekor unta Jadz'ah (e)
76-90
2 ekor unta bintu Labun (c)
91-120
2 ekor unta Hiqah (d)

Keterangan:
(a) Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih.
(b) Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2
(c) Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3
(d) Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4
(e) Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5

Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
 
2. EMAS DAN PERAK
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.
Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).

Contoh :
Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut :

Tabungan
Uang tunai (diluar kebutuhan pokok)
Perhiasan emas (berbagai bentuk)
Utang yang harus dibayar (jatuh tempo)
Rp 5 juta
Rp 2 juta
100 gram
Rp 1.5 juta

Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.

Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb :

1.Tabungan
2.Uang tunai
3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000
Rp 5.000.000
Rp 2.000.000
Rp 1.000.000
Jumlah
Rp 8.000.000
Utang
Rp 1.500.000
Saldo
Rp 6.500.000


Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-\
Catatan :
Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama.

3. PERNIAGAAN
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab)

Cara menghitung zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini:
1. Kekayaan dalam bentuk barang
2. Uang tunai
3.  Piutang

Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.

Contoh :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb :

1.Mebel belum terjual 5 set
2.Uang tunai
3. Piutang
Rp 10.000.000
Rp 15.000.000
Rp 2.000.000
Jumlah
Rp 27.000.000
Utang & Pajak
Rp 7.000.000
Saldo
Rp 20.000.000

Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-

Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang)

Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara:

4. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.

5. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.

4. HASIL PERTANIAN
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras).

Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%.

Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10).

Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).

 
ZAKAT PROFESI
 
Dasar Hukum
Firman Allah SWT:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian
(QS. Adz Dzariyat:19)
Firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.
(QS Al Baqarah 267)
Hadist Nabi SAW:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu
(HR. AL Bazar dan Baehaqi)
Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.

Contoh

Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.
 

Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.
 
Harta Lain-lain1.  Saham dan Obligasi
Pada hakekatnya baik saham maupun obligasi (juga sertifikat Bank) merupakan suatu bentuk penyimpanan harta yang potensial berkembang. Oleh karenannya masuk ke dalam kategori harta yang wajib dizakati, apabila telah mencapai nishabnya. Zakatnya sebesar 2.5% dari nilai kumulatif riil bukan nilai nominal yang tertulis pada saham atau obligasi tersebut, dan zakat itu dibayarkan setiap tahun.
Contoh:

Nyonya Salamah memiliki 500.000 lembar saham PT. ABDI ILAHI, harga nominal Rp.5.000/Lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar mendapat deviden Rp.300,-
Total jumlah harta(saham) = 500.000 x Rp.5.300,- = Rp.2.650.000.000,-
Zakat = 2.5% x Rp. 2.650.000.000,- = Rp. 66.750.000,-
 

2. Undian dan kuis berhadiah
Harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah merupakan salah satu sebab dari kepemilikan harta yang diidentikkan dengan harta temuan (rikaz). Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi kriteria zakat, maa wajib dizakati sebasar 20% (1/5)
Contoh:

Fitri memenangkan kuis berhadiah TEBAK OLIMPIADE berupa mobil sedan seharga Rp.52.000.000,- dengan pajak undian 20% ditanggung pemenang.
Harta Fitri = Rp.52.000.000,- -Rp.10.400.000,- = Rp.41.600.000,-
Zakat = 20% x Rp.41.600.000,- = RP.8.320.000,-

3. Hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran
Harta yang diperoleh dari hasil penjualan rumah (properti) atau penggusuran, dapat dikategorikan dalam dua macam:

1. Penjualan rumah yang disebabkan karena kebutuhan, termasuk penggusuran secara terpaksa, maka hasil penjualan (penggusurannya) lebih dulu dipergunakan untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Apabila hasil penjualan (penggusuran) dikurangi harta yang dibutuhkan jumlahnya masih melampaui nishab maka ia berkewajiban zakat sebesar 2.5% dari kelebihan harta tersebut.

Contoh:

Pak Ahmad terpaksa menjual rumah dan pekarangannya yang terletak di sebuah jalan protokol, di Jakarta, sebab ia tak mampu membayar pajaknya. Dari hasil penjualan Rp.150.000.000,- ia bermaksud untuk membangun rumah di pinggiran kota dan diperkirakan akan menghabiskan anggaran Rp.90.000.000,- selebihnya akan ditabung untuk bekal hari tua.
Zakat = 2.5% x (Rp.150.000.000,- - Rp.90.000.000,-)
= Rp.1.500.000,-
2. Penjualan rumah (properti) yang tidak didasarkan pada kebutuhan maka ia wajib membayar zakat sebesar 2.5% dari hasil penjualannya.
Readmore...

Prosedur Layanan Wakaf

Posted by : Unknown

Tanggal : 0 komentar


Datang ke KUA Kec. Tandes Kota Surabaya untuk pembuatan AIW/APAIW dengan membawa dokumen sebagai berikut:
  1. Sertifikat Hak Atas Tanah (bagi yang sudah sertifikat), atau surat-surat pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat keterangan warisan, girik dll) bagi tanah hak milik yang belum bersertifikat.
  2. Surat Pernyataan Wakaf , asli dan Foto Copy rangkap 4.
  3. Surat Keterangan dari Lurah setempat yang diketahui Camat bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.
  4. Susunan Pengurus Masjid/Mushalla atau lainnya yang ditanda tangani Ketua dan diketahui oleh Lurah setempat.
  5. Mengisi Formulir Model WK dan WD.
  6. Foto Copy KTP Wakif (yang berwakaf) apabila masih hidup.
  7. Foto Copy KTP para Pengurus yang akan ditetapkan sebagai Nadzir Wakaf.
  8. Foto Copy KTP para Saksi.
  9. Menyerahkan Materai bernilai Rp. 6.000 (enam ribu rupiah) sebanyak 7 lembar.
  10. Menanda tangani Ikrar Wakaf (W1) bagi Wakif yang masih hidup dan Akta Ikrar Wakaf (AIW)/Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) setelah semua surat-surat lengkap dan diketik oleh petugas.
  11. Membuat surat kuasa kepada PPAIW untuk proses pendaftaran ke BPN Jakarta Selatan (blanko ada di KUA).
 
Ilustrasi Proses Wakaf : Proses Sertifikasi Tanah Wakaf 
  1. Sebuah Keluarga bermusyawarah terlebih dahulu untuk mewakafkan tanah miliknya
  2. Kepala Keluarga (selaku Wakif), bersama Nadzir (Pengurus wakaf) dan saksi datang ke KUA menghadap Kepala KUA selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
  3. PPAIW memeriksa persyaratan Wakaf dan selanjutnya mengesahkan Nadzir
  4. Wakif mengucapkan Ikrar Wakaf dihadapan saksi-saksi dan PPAIW, selanjutnya membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan salinannya.
  5. Wakif, Nadzir dan saksi pulang dengan membawa AIW (form W.2a).
  6. PPAIW atas nama Nadzir menuju ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan membawa berkas permohonan pendaftaran Tanah Wakaf dengan pengantar form W.7
  7. Kantor Pertanahan memproses sertifikat Tanah Wakaf
  8. Kepala Kantor Pertanahan menyerahkan sertifikat tanah wakaf kepada Nadzir, selanjutnya ditunjukkan kepada PPAIW untuk dicatat pada daftar Akta Ikrar Wakaf form W.4
Readmore...

PROSEDUR PELAYANAN STANDAR PENDAFTARAN HAJI

Posted by : Unknown

Tanggal : 0 komentar


PROSES PENDAFTARAN
Syarat Pendaftaran untuk WNI (PMA no. 15 tahun 2006 pasal-4) JO KMA no.1 tahun 2008 :
-          Beragama Islam.
-          Surat Keterangan Sehat dari Puskesmas.
-          Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku.

Untuk WNA (pasal-4) ditambah dengan :
-          Memiliki paspor yang masih berlaku sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak hari keberangkatannya.
-          Memiliki dokumen keimigrasian / izin tinggal yang berlaku sekurang-kuranya 6 (enam) bulan terhitung sejak hari keberangkatan haji.
-          Memiliki izin masuk kembali (re-entry permit) ke Indonesia dan

ALUR PENDAFTARAN
-          Pendaftaran dilakukan sepanjang tahun dengan menerapkan prinsip first come first served.
-          Calon Haji membuka Tabungan Haji pada Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH yang sudah bekerjasama dengan Kementerian  Agama RI dan sudah tersambung dengan SISKOHAT Kemenag sesuai dengan domisili.
-          Rekening Tabungan Haji dari Calon Haji setelah mencapai di atas Rp. 25 Juta, Calon Haji datang ke Kantor Kementerian ag  setempat sesuai domisili untuk :
·         Mengisi SPPH dengan melampirkan doumen-dokumen yang dipersyaratkan.
·         Pengambilan foto berwarna pada Koperasi, berlatar belakang putih dan berukuran muka tampak 70-80 %.
·         Membubuhkan tanda tangan dan Cap Jempol kiri (Finger print) pada SPPH. 
-          Calon Haji datang ke Cabang BPS-BPIH dengan membawa SPPH, 5 (lima) lembar pas photo dan buku tabungan Haji.
-          BPS-BPIH membuat nota pendebetan rekening tabungan haji sebesar Rp. 25 juta untuk ditrnasfer ke rekening Menteri Agama CQ. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah di Cabang BPS-BPIH yang ditunjuk sebagai pooling dana Tabungan Haji. Cabang BPS-BPIH mengimput nomor pemindahbukuan / transfer dan data SPPH untuk mendapatkan nomor porsi. Kemudian Calon Haji mendapatkan bukti setoran awal dan bukti pendebetan.
-          Calon Haji mendaftar ulang ke Kantor Kementerian agama setempat.

PROSES PELUNASAN BPIH
Waktu dan besarnya BPIH yang harus dibayar Calon Haji ditentukan oleh Pemerintah yang tertuang di dalam Peraturan Presiden (PP).
Pada waktu yang telah ditentukan, Calon Haji datang ke Cabang BPS-BPIH dengan membawa :
·         Bukti Setoran Awal.
·         Setoran kekurangan BPIH.
·         5 (lima) lembar pas photo.
Cabang BPS-BPIH mengimput porsi untuk pelunasan :
·         Menerima setoran kekurangan BPIH (sesuai kurs BI)
·         Mentransfer dana setoran BPIH ke Rekening Menteri Agama di Bank Indonesia.
Calon Haji menerima bukti setoran BPIH dari Cabang BPS-BPIH. 
Untuk percepatan penyerahan berkas setoran BPIH lunas harus sudah berfoto (sama dengan setoran awal dan SPPH) dan distempel bank, maka perlu sosialisasi ke bank, sbb :
·         lembar 1 (putih)     diserahkan pada Calon Haji.
·         lembar 2 (biru)     diserahkan pada Kantor Kementerian ag dan ditahan di bank.
·         lembar 3 (merah)     diserahkan pada Kantor Kementerian ag dan ditahan di bank.
·         lembar 4 (kuning)     diserahkan pada Kantor Kementerian ag dan ditahan di bank.
·         lembar 5 (putih)     ditahan untuk arsip bank.
·         Proses qur’ah untuk pemberkasan dan pemberangkatan sudah harus dilakukan sejak dini.
·         Selama proses pelunasan hendaknya Kantor Kementerian ag sudah mengetahui jumlah Calon Haji yang tergabung dengan masing-masing KBIH dan jumlah Calon Haji Mandiri., serta sudah ada gambaran untuk regu dan robongannya.
·         Masing-masing daerah sudah waktunya untuk siap sebagai penyangga, dengan prinsip :
-                  Berangkat dari daerah secara bersamaan, walaupun nanti ada yang harus bergabung dengan kloter dibelakangnya / didepannya.
-                  Apabila harus jadi penyangga akan terpisah dalam bentuk (rombongan / regu), kecuali CJH Mandiri. Semaksimal mungkin tidak akan memecah KBIH, kecuali kondisi tidak memungkinkan / harus.
 SYARAT PELUNASAN:
1.      Calon Haji yang berhak melunasi BPIH adalah :
2.      Calon haji yang memiliki nomor porsi masuk dalam alokasi porsi provinsi dan atau porsi Kabupaten / Kota bagi wilayah yang porsi dibagi  per Kabupaten / Kota.
3.      Calon Haji yang belum pernah menunaikan ibadah haji, telah berusia 18 tahun ke atas atau sudah menikah.
4.      Suami, anak kandung dan orang tua kandung yang sudah menunaikan ibadah haji dan akan menjadi mahrom calon haji atau pembimbing ibadah haji yang telah ditetapkan oleh Kanwil Dep. Agama  provinsi setempat. 
5.      Calon Haji yang sudah pernah menunaikan ibadah Haji dan telah memperoleh nomor porsi, serta masuk dalam alokasi porsi Provinsi ditetapkan menjadi daftar tunggu (waiting list) tahun berjalan.
6.      Calon Haji yang mendapatkan porsi dan masuk dalam alokasi porsi provinsi tahun yang bersangkutan namun tidak menyetorkan pelunasan BPIH, atau nomor porsinya tidak masuk dalam porsi provinsi tahun yang bersangkutan, atau telah melunasi BPIH tetapi tidak dapat berangkat, maka secara otomatis  menjadi waiting list.
7.      Calon Haji  yang telah melunasi BPIH tahun sebelumnya namun tidak berangkat dan tidak mengambil BPIH-nya, maka harus membayar kekurangan BPIH tahun berjalan (apabila lebih dikembalikan dan jika kurang harus menambah).
Alur Calon Haji Tunda :
-                  Calon Haji menyelesaikan kekurangan pelunasan BPIH.
-                  Melapor ke Kantor Kementerian . Agama domisili dengan membawa lembar bukti setoran penambahan BPIH berjalan yang dilengkapi dengan lembar pelunasan BPIH tahun sebelumnya.
-                  Kantor Kementerian . Agama meneliti kelengkapan berkas calon haji tersebut, meliputi :
-                  Bukti Setor Pelunasan BPIH tahun sebelumnya.
-                  Bukti Setor Penambahan BPIH tahun berjalan.
-                  Proses penyelesaian dokumen sama dengan penyelesaian dokumen calon haji biasa.
Dalam hal porsi provinsi tidak terpenuhi sampai batas akhir masa pelunasan BPIH, Calon Haji diberikan kesempatan melunasi BPIH sesuai dengan urutan nomor porsi provinsi yang bersangkutan dengan batasan waktu tertentu.
KETENTUAN  MUTASI: 
1.      Mutasi antar Kabupaten / Kota dalam provinsi, antar provinsi dan antar zona hanya diperbolehkan bagi penggabungan suami / istri dibuktikan dengan akte nikah, orang tua / anak dibuktikan dengan akte kelahiran dan atau Kartu Keluarga serta alasan perpindahan tugas / dinas dibuktikan dengan SK mutasi tugas / dinas dari instansi yang bersangkutan.
2.      Mutasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas dilakukan melalui Kantor Kementerian  Agama Kabupaten / Kota kemudian diproses oleh Kanwil Kementerian  Agama yang bersangkutan.
3.      Proses mutasi antar provinsi dalam satu zona dapat dilakukan sejak dimulainya masa pelunasan BPIH sampai dengan 2 (dua) minggu setelahnya. Sedangkan mutasi antar provinsi, antar zona selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu setelah masa pelunasan sudah diproses di Direktorat Pelayanan Haji.
4.      Mutasi antar zona dilakukan melalui Kantor Wilayah Kementerian  Agama Provinsi yang dituju untuk diproses di Direktorat Pelayanan Haji. 
ALUR MUTASI :
1.      Calon Haji mengajukan permohonan mutasi ke Kantor Kementerian . Agama setempat dengan membawa foto copy BPIH lembar putih dan BPIH lembar biru (asli) untuk penerbangan dengan dilengkapi persyaratan sesuai ketentuan di atas.
2.      Kantor Kementerian . Agama setempat membuat rekomendasi apabila berkas sudah sesuai dengan prosedur, ditujukan pada :
·         Kantor Kementerian . Agama yang dituju dan tembusan  ke Kanwil KemenagProvinsi (mutasi antar Kabupaten / Kota dalam provinsi)
·         Kanwil Kemenag Provinsi dan setelah direkomendasi oleh Kanwil Dep. Agama Provinsi setempat diteruskan ke Kanwil Dep. Agama Provinsi tujuan dan tembusan ke Kantor Kementerian . Agama Kabupaten / Kota asal (mutasi antar provinsi dalam zona)
·         Mutasi antar zona harus dilengkapi BPIH asli lembar 1 s.d 5, materi Rp. 6.000,- sebanyak 2 lembar, pas photo lengkap untuk paspor, surat kuasa untuk pengurusan & surat kuasa untuk pengambilan kelebihan / kekurangan BPIH.
PROSES PEMBATALAN.
PEMBATALAN SETORAN AWAL (25 JUTA).
Calon haji mengajukan permohonan pembatalan kepada Kepala Kantor Kementerian . Agama Kabupaten / Kota disertai dokumen yang dipersyaratkan :
-                Pengajuan  Pembatalan dan Penarikan BPIH dari   yang   bersangkutan   bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dan untuk jamaah yang wafat dari ahli waris.
-                Bukti BPIH lembar 1 (asli)
-                Foto copy KTP.
-                Surat keterangan ahli waris dari Kelurahan diketahui oleh Camat.
-                Surat Kuasa atas dana pengembalian BPIH bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah)
-                Surat Keterangan Kematian.
Berkas permohonan pembatalan oleh Kantor Kementerian . Agama setempat diteruskan kepada Dep. Agama Pusat melalui Kanwil Kemenag setempat untuk diproses pembatalan data dan pembayaran.
Kementerian Agama Pusat / Bendahara BPIH memerintahkan kepada Cabang BPS-BPIH yang mengelola rekening setoran awal  untuk mentransfer dana pembayaran pembatalan ke Calon Haji.
Pengembalian setoran awal BPIH kepada Calon Haji batal dilakukan pada BPS-BPIH tempat setor tanpa dikenakan potongan biaya.
PEMBATALAN BPIH LUNAS.
Calon Haji mengajukan permohonan pembatalan kepada Kantor Kementerian . Agama Kabupaten / Kota disertai dokumen yang dipersyaratkan.
Berkas permohonan pembatalan oleh Kantor Kementerian  Agama setempat melalui Kanwil Kemenag setempat diteruskan kepada Kementerian Agama Pusat untuk diproses pembatalan data dan pembayaran.
Kementerian  Agama Pusat / Bendahara BPIH memerintahkan kepada Cabang BPS-BPIH yang mengelola rekening setoran awal  untuk mentransfer dana pembayaran pembatalan ke Calon Haji.
Pengembalian setoran awal BPIH kepada Calon Haji batal dilakukan pada BPS-BPIH tempat setor dikenakan potongan 1 %.
STANDAR PENGEMBALIAN DANA PEMBATALAN.
Pengembalian dana BPIH batal diupayakan dapat diproses cepat dengan memanfaatkan faximile atau Webmail SISKOHAT dengan waktu maksimal sesuai S.O.P, sebagai berikut :
o    Kantor Kementerian . Agama Kabupaten / Kota          =    2 hari
o    Kanwil Kementerian Agama Provinsi                            =    2 hari
o    Siskohat Pusat                                                                   =    2 hari
o    Bendahara BPIH                                                                =    5 hari
o    BPS-BPIH                                                                            =    3 hari +
      Jumlah                                                                                 =  14 hari 
PROSES ASURANSI.
Jamaah Haji diasuransikan dengan Premi  Rp. 100.000,- / CJH
Asuransi Jemaah Haji adalah Asuransi Jiwa Perjalanan Ibadah Haji yang memberikan proteksi murni terhadap resiko wafat alamiah atau akibat kecelakaan dan cacat tetap / cacat sebagian akibat kecelakaan selama asuransi.
Peserta asuransi jiwa dan kecelakaan diri jemaah haji adalah yang terdaftar dalam database Siskohat. 
KLAIM ASURANSI.
Masa berlaku Asuransi Jiwa adalah sejak calon haji berangkat dari rumah ke embarkasi sampai dengan tiba kembali di tempat tinggal masing-masing.
Pengajuan klaim asuransi ditujukan kepada Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912 setempat. 
PERSYARATAN KLAIM ASURANSI.
Meninggal dunia di dalam negeri.
o    Surat Pengantar dari PPIH embarkasi.
o    Surat Keterangan dari Dokter / Rumah Sakit.
o    SKK dari Kelurahan setempat.
o    Surat Keterangan kecelakaan dari yang berwajib jika meninggal karena kecelakaan.
Meninggal dunia di Arab Saudi.
SKK dari Konjen RI.
Surat Keterangan Ahli Waris dari Kelurahan Domisili.
Surat Kuasa dari ahli waris kepada anggota keluarga yang ditunjuk untuk mengurus, menandatangani dokumen klaim dan menerima santunan.
Surat Pengantar dari Kantor Kementerian . Agama setempat.
 PROSES RALAT DATA CJH.
Calon Haji harap meneliti berkas yang diterima baik setelah entry SPPH oleh Kantor Kementerian ag atau setelah entry setoran awal pada BPS-BPIH.
Jika terjadi kesalahan entry dapat memintakan ralat untuk pembetulan dengan maksimal 3 item kesalahan. Apabila terjadi kesalahan pada entry SPPH ralat dimintakan pada Kantor Kementerian ag dan kesalahan entry pada BPS-BPIH maka ralat dimintakan pada bank yang bersangkutan.
Ralat ditujukan ke Siskohat Provinsi / Pusat dan tembusan ke Kantor Kementerian . Agama setempat.
Ralat dilakukan sebelum terjadinya proses pelunasan, sehingga saat proses pelunasan data sudah benar. 
BIAYA YANG MENJADI TANGGUNGAN  CALON HAJI     (DI LUAR KOMPONEN BPIH).
Kegiatan-kegiatan pendukung pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji yang tidak termasuk komponen BPIH menjadi tanggungan Calon Haji masing-masing yang besarnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, meliputi :
Pemeriksaan kesehatan sebelum masuk asrama haji embarkasi.
Perjalanan dari tempat tinggal ke Asrama Haji embarkasi / debarkasi pergi-pulang.
Biaya ziarah ke tempat bersejarah di Makkah dan Jeddah.
Biaya DAM, diharapkan  dapat  disalurkan  ke Islamic  Development   Bank melalui Bank Ar-Rajhi secara sukarela sesuai himbauan Pemerintah Arab Saudi.
Pakaian seragam.
SANKSI.
Calon Haji yang menggunakan identitas orang lain, pendaftarannya dinyatakan tidak sah.
BPS-BPIH yang melakukan tindakan perubahan identitas, foto dan entry data calon haji yang tidak sesuai dengan ketentuan dan prosedur akan diberikan sanksi pencabutan user ID Cabang Bank yang bersangkutan.
BPS-BPIH yang tidak melakukan pemindahbukuan dan konfirmasi data setoran BPIH, maka secara otomatis akan diblokir.
PIHK yang melakukan pelanggaran perubahan data dan identitas calon haji akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
PIHK yang tidak melaporkan jamaah haji dalam waktu 3 x 24 jam setelah penutupan tahapan penyetoran BPIH, maka datanya akan diblokir secara sistem.
DIHARAPKAN.
Kepada semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji termasuk BPS-BOIH agar meningkatkan pelayanan, sosialisasi, pembinaan dan koordinasi dengan sebaik-baiknya.
Kepada masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji dihimbau untuk melakukan pembayaran dan mendaftarkan diri melalui prosedur yang telah ditentukan dan tidak melalui perantara atau calo. Pergunakan waktu dan jadual pendafataran yang telah ditentukan dengan sebaik-baiknya.
Kepada calon jamaah haji yang ingin mendapatkan informasi lebih lengkap dipersilahkan menghubungi pejabat / pentugas Kementerian  Agama di wilayah masing-masing atau melalui Website www.informasihaji.com atau hubungi KUA Tandes
Readmore...

Penghulu Online: Konsultasi Pernikahan & Keluarga SMS CENTER DAN PENGADUAN Maintenance
UNDER MAINTENANCE

Konsultasi © Nikah . | Kontak | Call/SMS